SURABAYA, Wartagres.Com – Lembaga anti korupsi East Java Coruption and Judicial Watch Organitation (ECJWO) Jawa Timur. Menyoroti kontestasi politik Pilkada Serentak di Jatim, khususnya Kota Surabaya.
Miko Saleh Ketua ECJWO Jatim menyoroti terkait dengan adanya pejabat publik (Kepala Daerah) yang aktif ikut didalam kampanye bagi pasangan calon Bupati maupun Walikota.
Miko mencontohkan, seperti di Pilwali Surabaya, dimana Wali Kota Surabaya masih aktif melakukan kampanye yang seharusnya tidak ia lakukan. Seharusnya, kepala daerah tersebut mundur dari jabatannya dan diganti oleh Plt atau pejabat sementara untuk memimpin Kabupaten atau Kotanya selama proses pilkada berlangsung.
“Ya seharusnya kepala daerah itu mundur dari jabatannya sebagai Bupati maupun Walikota. Tidak justru ikut mengkampanyekan salah satu paslon,” kata Miko Saleh, saat menggelar konfrensi pers, Jumat (18/12/2020) sore.
Abah Miko, sapaan akrab Miko Saleh menambahkan, selain menyoroti soal kampanye yang dilakukan pejabat aktif. Ia juga melihat banyak pelanggaran yang dilakukan, seperti memasang foto di APK bersama paslon.
Hal ini membuat dugaan masyarakat atau warga surabaya bahwa keikutsertaan pejabat daerah diduga menggunakan anggaran APBD daerah.
“Kalau seperti itu kan seharusnya tidak dipakukan, jangan salahkan warga kalau kita menduga ada anggaran APBD yang digunakan,” tambahnya.
Jika Incumbent Bupati/ Wali Kota pada Pilkada serentak ikut campur dalam urusan Pilkada Jatim. Bisa dinilai, bahwa Pilkada dianggap sudah cacat hukum. Karena tidak sesuai dengan Pasal 10 Tahun 2016 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota. Sehingga pihaknya mendesak agar Pilkada Serentak ini harus diulang, karena untuk menegakkan Supremasi hukum.
“Kalau memang ada pelanggaran ya saya mendesak kepada Pemerintah Pusat untuk dilakukan Pilkada Ulang untuk menegakkan Supremasi hukum,” tegasnya.
Menyikapi soal penyelenggara pilkada serentak di Jatim. Miko juga melihat penyelanggara Pilkada khususnya di Surabaya ini masih belum menjalankan fungsi serta tugasnya secara tegas.
Seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang masih belum bisa menegakkan kewenangannya untuk menurunkan pelanggaran pilkada soal Alat Peraga Kampanye (APK). Dimana secara jelas-jelas waktu itu, ada foto Tri Rismaharini bersama dengan Paslon nomor urut 1 Eri Cahyadi-Armuji.
Sementara Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya, juga belum menjalankan fungsinya yang dinilai kurang dalam melakukan sosialisasi pada pilkada surabaya. Sehingga banyak masyarakat atau warga surabaya belum menggunakan hak pilihnya pada tanggal 9 Desember 2020 lalu. (Rdp)