Komisi A Akan Cabut Izin Pengembang Perumahan WBM

by -2867 Views

SURABAYA, Wartagres.Com– Komisi A DPRD kota Surabaya menggelar dengar pendapat (Hearing) kedua kali terkait menindaklanjuti pengaduan warga perumahan Wisata Bukit Mas (WBM) jalan Raya Mengganti Lidah Wetan Wiyung Surabaya soal fasilitas umum dan fasilitas sosial serta IPL.

Hearing mengundang Dinas PU Bina Marga dan Pemantusan, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Cipta Karya, Kabag Hukum, Pengembang Sinas Mas Land dan warga Perumahan Wisata Bukit Mas.

Ketua Komisi A Pertiwi Ayu Krishna mempertanyakan, kepada pengembang soal Fasum dan Fasos apakah sudah diserahkah kepada pemerintah kota, karena menurut Cipta Karya dalam hearing sebelumnya sudah menyurati pihak pengembang tetapi tidak ada jawaban.

“Apakah anda (Pengembang) termasuk igelnya paham aturan aturan yang diterapkan oleh pemerintah kota ? kalau anda merasa mau mendirikan negara didalam negara mohon jangan di Surabaya ini,” ujar Pertiwi Ayu Krishna dihadapan pengembang.

Atas pertanyaan tersebut, Manager pengembang Wisata Bukit Mas Aditya Imanuel menjawab, pihaknya tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku yang berkaitan dengan Fasum dan Fasos di perwali no 14 tahun 2016.

“Yang kami sampaikan disini adalah tata cara serah terima sarana dan prasarana perumahan,” kata Aditya Imanuel dihadapan pimpinan hearing.

Posisi pengembangan saat ini, kata Aditya, sudah mencapai 80 persen sesuai dengan ketentuan perwali ditentukan bahwa sarana dan prasaran dapat diserahkan apabila pembangunan sudah mencapai 75 – 90 persen.

“Dengan demikian kami tetap mengacu pada kesitu, namun saat ini mencapai 80 persen, nanti pada saatnya secara komulatif mencapai 90 persen akan kami serahkan semuanya,” ucap Aditya.

Maka itu, ia menjelaskan, selama masih kegiatan pihaknya punya kepentingan menjaga kawasan itu, agar bisa tertata dan terjaga dalam memberikan manfaat kepada warga secara keselurahan.

“Sehingga dalam hal ini kami tetap mengacu dan tidak bermaksud melanggar ketentuan yang diberlakukan,” paparnya.

Selain itu, ia mengakui betul telah menerima surat dari DCKTR dan sedang dalam proses koordinasi, pada prinsipnya ia tidak bermaksud untuk menahan itu tidak diserahkan sampai kapan.

“Kami tetap akan menyerahkan (Fasum dan Fasos) itu dan kami mohon agar bisa dipahami, pada saatnya kami akan menyerahkan,” akuinya.

Mengenai permasalahan mengguggat, ia meminta maaf karena topik hari ini yang disiapkan adalah fasum dan fasos, sedangkan masalah gugat mengguggat belum sampai selesai terjawab terpotong oleh ketua komisi A.

“Pak maaf pak, ini topiknya melebar dari kemarin karena ini ada kaitannya, masak kami harus jabarkan,” ucap Ayu.

Dalam rapat ini, Ayu menjelaskan, rapat koordinasi menindaklanjut pengaduan warga soal fasum dan fasos ini sudah jelas dan lengkap, sampai dengan kenapa mereka (Warga) digugat padahal ini prodak hukum RT RW yang dibentuk oleh pemerintah kota.

“Bapak (Pengembang) bikin perumahan sudah terbentuk RT RW, jadi ini semuanya ada kaitannya, jangan bilang kalau itu bukan tema kami,” tegas Penasehata Fraksi Golkar ini.

Lanjut Aditya mengatakan, alasan mengguggat pada prinsipnya, tentu ada kondisi tertentu dimana sebagian warga melakukan yang ia maksudkan adalah satu upaya agar itu tidak memberikan kontribusinya.

“Kami didalam perumahan ini ibu, ada ketentuan bahwa pengembang itu melakukan pemeliharaan pengelolaan lingkungan,” kata Aditya.

Untuk itu, ia mengatakan, seperti lazimnya semua pengembang maka warga sesuai dengan kesepakatan diminta untuk memberikan kontribusinya dalam bentuk iuran, namun dalam hal ini ia mengaku tidak mengingat dimulai tahun berapa.

“Sebagian warga itu tidak melakukan kewajibannya, dan kami menganggap bahwa kami sudah menyelesaikan untuk mengelola dan memelihara lingkungan,” kata Aditya.

Oleh karena itu, Ia menjelaskan, mengingat kondisinya tidak kondusif terhadap itu, ia terpaksa memproses ini agar supaya nanti bisa dibuktikan apakah kami yang melakukan pelanggaran.

“Kami tidak terlalu panjang lebar, karena itu sudah masuk rana hukum,” ungkap Aditya.

Dalam kesempatannya, Anggota komisi A Syaiffudin Zuhri menyoroti soal tarikan iuran IPL didasari apa, kalau ini menjadi sebuah iuran untuk pemeliharaan bersama berkaitan kepentingan warga.

“Maka berarti harus ada pertanggung jawaban kalau itu untuk kepentingan warga dan harus ada nilai uang warga yang digunakan oleh pengembang, jadi saya pingin tahu nanti pengeluaran setiap bulan setiap tahun itu berapa,” kata Syaiffudin.

Menurut Syaiffudin, hal itu yang dilakukan oleh pengembang dinilai berlebihan sehingga harus menjadi tanggung jawab pengembang sepanjang user masih memiliki hak atas fasum dan fasos menjadi hak kewenangan pemerintah.

‘karena warga mendapatkan perlindungan dari sebuah ketentuan yang diatur oleh pemerintah,” katanya.

Maka itu, Syaiffudin meminta jawaban baik kabag hukum atas kewenangan pengembangan yang akan menjadi refrensi ketika iuran yang dilakukan pengembang yang tidak pernah dirapatkan dengan warga.

“Itu namanya pemerasan dan nanti kita akan terus melakukan pengembangan,” katanya.

Atas iuran IPL, Aditya menjawab bahwa ini merupakan satu ketentuan yang disepakati bersama, dalam setiap perumahan ia menetapkan tugas dan hak tanggung jawab masing masing dan dalam jual beli sudah dinyatkan,

“Mungkin akan dilanjut dengan tata tertib lingungan dan sebagainya sehingga kami mempunyai dasar yang disepakati bersama bahwa kami kewajiban pengelolaan lingkungan,” kata Aditya.

Sedangkan warga, kata Aditya, memberikan partisipasinya dalam bentuk IPL dan ketentuan itu sudah berlaku sejak awal ketika warga pada saat serah terima properti yang sudah diserahkan produknya.

“Maka saat itu berlaku untuk kedua belah pihak,” kata Aditya.

Sedangkan masalah gugat mengguggat, Aditya mengaku, awalnya bukan pihaknya yang mengguggat, tetapi pihaknya yang digugat oleh sebagian warga dan ini merupakan prosesn hukum dan ia mengaku tidak dapat memberikan perincian secara detail disini.

“Kami akan serahkan kepada pihak yang berwenang ke rana itu,” kata Aditya.

Salah perwakilan pengembang Wisata Bukit Mas Surabaya Didik Purnama Wijaya menambahkan, soal masalah gugatan yang dinilai miss mengenai gugatan ke Camat, atas terbentuknya RT dan RW seperti yang dimaksudkan oleh pimpinan rapat.

“Kami baru mengetahui kalau misalnya ada gugatan yang ditujukan kepada ke Camat berlaku beberapa tahun yang lalu yang sudah saya tanyakan kepada rekan rekan lainnya, dan perlu kami tegaskan bahwa kami tidak pernah melakukan gugatan kepada Camat,” ucap Didik.

Terkait fasum dan fasos menjelaskan, ada beberapa bagian skemen yang memang sudah diserahkan sebetulnya ia mengaku ada bukti serah terima secara administrasinya

“Namun hanya saja, mohon maaf ibu ketua, saya lupa membawa dan akan saya susulkan berita acaranya,” kata Didik.

Menurut Didik, karena ia masih ingat saat posisi di devisi perijinan di kantor, dulu serah terima sewaktu zamannya walikota Bambang DH, terus berlanjut hinga terakhir ada di wisata bukit mas II juga ada sebagian.

“Memang keselurahan belum 100 persen fasum dan fasos diserahkan,” ucap Didik.

Dalam sepengetahuannya, ia menjelaskan, setiap warga yang membeli properti dimanapun bukan hanya di villa atau wisata bukit mas akan ada namanya PPJB berjanjian jual beli dan ada ketentuan klaosul klaosul untuk membayar ini dan itu.

“Akan tetapi kalau yang dimaksud masalah kenaikan adalah dimintai untuk keterbukaan yang direbuk oleh warga mohon ada petunjuk dan mudah mudahan kedepan bisa dilakukan agar supaya enak dan tidak ada terjadi saling gugat mengguggat seperti kemarin tidak terjadi lagi,” ungkap Didik.

Menurut Didik, karena pengembang dengan warga harus seiring dan sejalan di ibaratkan kami (Pengembang) adalah tuan rumah dan warga anak kost, namun atas penjelasan tersebut warga langsung meneriaki, sehingga ia meminta maaf.

“Maaf maksud saya, satu keluarga,” ucap Didik

Atas penjelasan tersebut, Ketua Komisi A sempat tersinggung bahkan marah bahwa dari omongan bapak (pengembang) di depan sidang menganggap warga anak kost padahal warga ini membeli rumah dengan uang sendiri.

“Tidak mungkin manusia tidak melakukan kesalahan maka dari itu jangan sok benar dengerin dulu,” teriak Ayu.

Ayu menegaskan, apalagi pengembang menyampaikan bahwa fasum dan fasos sebagian diserahkan kepada pemerintah entah di zaman walikota siapapun, ia punya pasti punya cacatan dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang.

“Tapi bapak (pengembang) fasum dan fasos kalau diserahkan, warga pasti menikmati fasum dan fasos tersebut, bukan untuk dijual belikan lagi masak mau foto disana warga harus membayar,” ucap Ayu.

“Coba bapak (Pengembangan) bayangkan, aduh saya ini sampai gregetan mulai dari kemarin sebenarnya karena bapak tidak datang dan ini saya sudah memuncak (Kemarahan),” pungkas Ayu. (Tur)

No More Posts Available.

No more pages to load.