SURABAYA, Wartagres.Com – Menjelang kontestasi perebutan kursi Ketua DPC Demokrat Surabaya 2022-2027 mulai memanas. Berbagai polemik dan konflik mulai muncul ke permukaan.
Sementara pelaksanaan Musyawarah Cabang (Muscab) DPC Demokrat Surabaya 2022 bakal digelar serentak bersama DPC se-Jawa Timur lainnya.
Terhangat, Plt Ketua DPC Demokrat Surabaya Lucy Kurniasari berniat maju pada “gelanggang pertarungan” perebutan kursi pimpinan. Namun, langkahnya harus tersendat karena kader lainnya, Herlina Harsono Njoto juga berniat mencalonkan.
Yang membuat geger ialah, mengenai dukungan dari Dewan Pengurus Anak Cabang (DPAC) se-Surabaya. Kedua kubu mengaku mendapat dukungan mayoritas. Herlina menyebut sebanyak 21 DPAC telah memantapkan dukungan kepadanya. Sedangkan, begitu juga Lucy mengklaim mendapat “kekuatan” 29 DPAC.
“Jadi DPC Partai Demokrat telah mengantongi legalitas dari 29 DPAC yang masih solid memberikan dukungan kepada Lucy Kurniasari,” kata Sekretaris DPC Demokrat Surabaya, Junaedi, Sabtu (14/5/2022) lalu.
Hingga kubu Lucy pun membawa berkas kesepakatan dukungan yang sudah ditandatangani oleh DPAC itu ke notaris. “Yang jelas surat dukungan secara tertulis dan legal telah mengikat kesepakatan dilakukan kedua belah pihak. Jadi tidak bisa tiba-tiba beralih pencalonan dilakukan secara sepihak,” ujar Junaedi.
Hanya saja, harapan Lucy tidak sesuai apa yang diinginkan. Kabar yang beredar ada 13 DPAC justru berbelok arah memberikan dukungannya kepada Herlina. Sehingga membuat perempuan yang menjabat di Anggota DPR RI ini bereaksi keras dengan melayangkan somasi ke 13 DPAC tersebut. Itu dibuktikan melalui kiriman surat somasi ke masing-masing 13 DPAC.
Pengamat Politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Fahrul Muzaqqi menyoroti gejolak di tubuh internal DPC Demokrat terkait konflik dualisme dukungan pada Muscab 2022 mendatang.
Fahrul menyebutkan, polemik perebutan manarik simpati pengurus tingkat kecamatan untuk mendukung calon pemimpinnya adalah sesuatu hal yang lumrah dalam politik. Ini menandakan bahwa asas demokrasi benar-benar diterapkan.
“Persaingan itu tidak lepas dari konteks konsolidasi Partai Demokrat menuju 2024. Jadi bisa dipahami seandainya memang ada langkah-langkah yang kalau dilihat dari luar ini terkadang sangat dinamis sekali ya. Seperti Lucy yang awalnya didukung oleh 29 DPAC itu ternyata dalam perkembangannya bisa secara dramatis (dukungan) bisa beralih ke pesaingnya, Herlina,” ujar Fahrul saat dihubungi melalui seluler, Jumat (20/5/2022).
Memang, kata Fahrul, seiring mencuatnya kabar bahwasanya Lucy bakal mensomasi 13 DPAC karena telah menarik dukungan untuknya, yang kemudian konsekuensinya ialah membuat citra Demokrat “kurang elok” didengar di luar.
“Tapi ya itulah penampilannya politik seperti itu. Jadi segala sesuatunya tidak bisa dipermanenkan. Tidak bisa diputuskan di bawa ke notaris misalkan, itu gak bisa seperti itu,” beber Dosen FISIP Unair Surabaya itu.
Menurut kacamata politik, ia menilai langkah yang diambil Lucy dengan membuat perjanjian kesepakatan dukungan ke notaris adalah satu langkah yang kurang tepat apabila berkaca pada sifat politik praktis.
“Mungkin Bu Lucy merasa dicurangi gitu, ya. Tapi dibalik itu rasanya politik praktis ya memang seperti itu. Artinya, di sini mungkin antisipasi atau langkah-langkah yang dilakukan Bu Lucy ini, saya sih melihat kurang matang sehingga dukungannya bisa berpindah ke kompetitornya,” paparnya.
Karena apa? Ia menjelaskan bahwa meminta komitmen untuk pilihannya tidak berubah, agar DPAC tetap mendukung dirinya (Lucy, red) hingga dibawa ke notaris itu rasanya secara politik sebenarnya juga tidak ada jaminan.
“Namanya pilihan politik itu kan hak warga negara, gak bisa kemudian dibatasi hanya untuk kepentingan posisi. Memang ada plus minusnya di situ saya melihat,” terangnya. (Tur)