SURABAYA, Wartagres.Com – Aksi ribuan massa yang tergabung dari sejumlah elemen mahasiswa di depan Gedung Negara Grahadi yang menolak UU TNI ricuh. Bahkan dari info yang didapat ada petugas keamanan dari polisi yang mengalami luka akibat lemparan benda dari massa aksi, Senin (24/03/25).
Dalam aksi yang berlangsung sepanjang Jalan Gubernur Suryo yang ada di depan Gedung Negara Grahadi Surabaya itu, sebelumnya berjalan cukup lancar dan kondusif. Massa mahasiswa dari berbagai Universitas di Surabaya mulai tiba di lokasi pada pukul 14.00 WIB. Setibanya massa yang berjumlah ratusan orang ini langsung menutup jalan dan sempat membakar ban.
Meski ada aksi bakar ban dan diselingi orasi serta teaterikal. Mereka melakukan dengan tertib meski di bawa pengawalan petugas kepolisian.
Namun, suasana aksi yang awalnya berjalan dengan tertib kemudian berubah menjadi ricuh sekitar pukul 16.00 WIB. Massa mulai melakukan pelemparan ke arah petugas keamanan. Tindakan massa langsung mendapat respon dari keamnan untuk mengantisipasi aksi. Petugas juga menembakkan water cannon.
Meski demikian, mahasiswa masih melakukan aksi dengan menyerang brigade kepolisian. Mereka melakukan pelemparan dan juga menyerah petugas dengan berbagai benda. Tembakan dari water cannon tersebut dilakukan untuk menghentikan aksi massa mendemo.
Selain melakukan pelemparan dan aksi lainnya, massa juga melakukan pengurusakan beberapa fasilitas umum. Bahkan CCTV yang ada di depan Gedung Negara Grahadi. Petugas keamanan terus berupaya menghalau tindakan massa.
Presiden BEM ITS Jinan Elvaretta mengatakan, dalam aksi ini para mahasiswa dan rakyat Surabaya meminta agar TNI – POLRI kembali pada tugas profesional mereka, yakni mengayomi rakyat.
Jinan menyebut, terdapat enam tuntutan mahasiswa ITS dalam aksi kali ini. Pertama menuntut pemerintah dan DPR untuk mencabut dan membatalkan UU TNI hingga dilakukan kajian kembali berdasarkan prinsip good governance.
“Kedua, kami menolak perluasan wewenang TNI di ranah sipil dan siber,” ucapnya.
Ketiga, menuntut pencopotan TNI aktif dari jabatan sipil. Keempat, menuntut pemerintah untuk menjunjung tinggi prinsip good governance dalam segala proses perancang undang-undang serta kebijakan publik.
“Kelima, menuntut nasib percepatan pengkajian dan pengesahan UU perampasan aset. Terakhir, menempatkan supremasi sipil sebagai prioritas utama,” tutupnya.