SURABAYA, Wartagres.Com – Adanya rencana relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) yang ada di kawasan Masjid Agung Surabaya (MAS) membuat Ketua PKL MAS, Johanes Saia membeberkan histori PKL MAS sesungguhnya.
1. Awal Mula Berdirinya PKL di MAS.
Johanes menjelaskan, berdasarkan sertifikat hak pakai no 26 dengan luas tanah kurang lebih 11 Hektare, pada tahun 2001 hingga 2004 PKL sudah menempati kawasan lingkar MAS yang setiap hari minggu selalu digunakan untuk berjualan oleh pedagang yang saat itu di bawah naungan organisasi Asosiasi Pedagang Kaki Lima (APKLI).
Dengan adanya PKL pada saat itu akses pintu masuk Masjid Al Akbar Surabaya tidak dapat digunakan dengan baik oleh jemaah maupun pengunjung yang berdatangan. Akhirnya pada tahun 2004 – 2005 pihak manajemen MAS sampai meminta bantuan Kodam Brawijaya yang saat itu di pimpin oleh Kolonel Nasikun, bahkan hingga tingkat Gubernur Jawa Timur untuk segera menertibkan PKL yang saat itu membludak.
“Sehingga pada awal bulan Januari 2005 hingga April dibuatkanlah portal pada setiap sudut arah Barat, Timur dan Selatan. Sedangkan untuk dana pembuatanya dari Kolonel Nasikun dari PKL yang ada di MAS yang saat sudah direlokasi di tanah aset Pemerintah Kota (pemkot) dalam amanah sertifikat hak pakai MAS dan di bina oleh pihak Masjid Al Akbar Surabaya bersama Hendro Cahyono yang saat itu menjabat Kabag Usaha, dan Hartono sebagai asisten Kabag serta Helmi sebagai Humas MAS,” ucap, Johanes Saia kepada media.
2. Tercipta Bazar hingga Omzet Ratusan Juta sampai Milyaran.
Setelah itu, Johanes mengatakan, akhirnya pada bulan Juni 2005 tercipta bazar yang langsung di tandangani direktur utama Masjid Nasional Al- Akbar Surabaya tanpa ada surat ijin keramaian dari kepolisian.
Bazar digelar di lokasi bahu jalan sisi Utara, Barat dan Selatan dengan jumlah stand mencapai 150 pedagang. Itu berlangsung sampai tahun 2018. “Omset awal ratusan juta mas, hingga milyaran yang langsung dikelola oleh pihak manajemen MAS,” ujarnya.
Pada tahun 2010 hingga tahun 2017, Johanes mengaku, melalui lembaga Komnas PK-PU Komite Nasional Perlindungan Konsumen dan pelaku usaha membuat surat pengaduan mulai pejabat tingkat kota hingga Propinsi.
“Alhamdulillah Allah SWT menjawab semua harapan kita sebagai pihak mengungkap terkait dengan penguasaan lahan kurang lebih 11 Hektare berdasarkan sertifikat hak pakai no 26,” ujarnya.
3. Lahan 11 Hektare menjadi Fasum Pemkot Surabaya.
Akhirnya, lanjut Johanes, pengaduan tersebut mendapatkan keputusan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini (yang saat itu masih menjabat ) bahwa lahan yang saat ini dibuat oleh PKL Bambu Runcing, warga Pagesengan dan dibentuk langsung oleh Johanes Saia dengan saudara Zaenal Arifin sebagai ketua umum adalah Fasum Pemkot Surabaya.
“Itu juga sudah dinyatakan oleh pihak MAS melalui jawaban surat pada bulan November tahun 2020 dan ditandatangani langsung oleh pihak Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya,” bebernya.
Maka, Ia meminta kepada DPRD kota Surabaya khususnya ketua komisi A, dari fraksi Golkar harus memahami terlebih dahulu sejarah berdirinya PKL di kawasan MAS sehingga tidak menimbulkan permasalahan.
“Kenapa sekarang timbul pahlawan pahlawan kesiangan itu yang seharusnya dipahami dulu, bukan menjadi hakimnya rakyat lantas membuat aturan tanpa mempunyai landasan dasar hukum yang salah atau yang benar,” pungkasnya. (Tur)